Top Menu

About Writer

My photo
Hidayattullah Yakob, Lahir di Lhokseumawe Pada tanggal 05 Oktober 1995. Saat ini aktif sebagai Jurnalis di salah media online di Banda Aceh.

Rindu dalam Aksara



 Hai Nyonya, pemuda yang pernah menangis untukmu itu adalah pemuda yang sedang berjuang melawan dirinya sendiri.

Kamu bisa melihatnya tersenyum saat disapa oleh orang yang kenal dia, kamu bisa melihatnya tertawa saat mendengar lelucon yang dilontarkan teman-temannya, namun kamu tak bisa melihatnya terluka; berduka.

Sebab pemuda yang kamu kenal ini, sekarang lebih sering memendam semuanya sendiri, ia sering bicara “Aku tidak apa-apa.”, padahal kamu tahu dirinya sedang terluka.

Kamu pernah membaca catatan kaki di halaman terakhir buku catatan miliknya : “Jika mati adalah hal yang paling ditakuti oleh kebanyakan orang, maka terus bertahan hidup adalah jalan yang paling aku takuti, namun terus aku lakukan.”.

Kamu pernah mengirimkan pesan kepadanya, “Mungkin aku tak tahu dan tak mengerti seberapa parah lukamu, tapi kamu harus tetap bertahan dan maafkan aku”.

Tahukah kamu? Malam itu dia menangis sejadi-jadinya, malam-malam yang ia lewati hanyalah sekumpulan ketakutan-ketakutan yang terus menghantui pikirannya. Nyonya, apakah kamu benar-benar mengerti?
Sungguh, Nyonya ini memang merumitkan, menyebalkan.

Mungkin dia sering membuatmu marah akibat sikapnya yang sering memaksakan diri: kamu sering memarahi dia karena bepergian ke sana dan ke mari, memaksakan diri mengikuti kegiatan seharian penuh, hingga malamnya dia mengeluh sakitnya kambuh, atau kamu sering jengkel saat dia bilang bahwa dia lelah, lagi. Kamu sering pusing karena dia selalu memberi teka-teki.

Kemari, akan kuberi tahu sesuatu :
"Setiap pemuda selalu punya bahasanya sendiri-sendiri."
Pemuda ini lebih sering diam, atau memberi tanda lewat tulisan-tulisan yang diunggah di lini masa media sosialnya, yang mungkin terkadang sulit kamu cerna, atau saat kamu bertanya “Kenapa?”, maka kata andalannya pun akan keluar. Nyonya, pemuda ini hanya butuh ditemani tanpa ditanya kenapa.

Malam-malamnya kelam bagai serdadu yang meneriakkan seluruh nelangsa yang dirasa. Sudah ya, esok akan kuceritakan lagi.

Malam sudah larut, dan sorot matanya semakin surut. Gelap sedang merayunya untuk berkencan diperaduan, bersama tajam aksara yang membuat ia ingin menghilang dari kehidupannya saat ini.

Oh ya, beberapa waktu terakhir ia semakin sering menyalahkan dirinya. Jadi, kumohon untuk berhati-hati jika ingin bicara padanya, mulailah dengan konversasi sederhana, sesederhana kamu menanyakan keadaannya,
dan menemani malamnya yang gulita.



Ulee kareng, Banda Aceh
22 September 2018
01:05 Wib

Post a Comment

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates